A Note for "I'LL BE THERE"



“If you should ever find someone new
I know he'd better be good to you…”

Tidak sengaja saya membaca lirik lagu “I’ll be There” yang dinyanyikan oleh sebuah group band ternama asal amerika yaitu Jackson Five (1966-1989). Rasa penasaran saya terhadap lagu yang begitu indah ini membuat saya ingin mencari tahu makna dibalik lagu tersebut. Dari apa yang saya pahami mengenai lagu ini ada dua yaitu: Habluminallah dan Habluminannas.

Terlepas dari para penyanyi, salah satunya adalah Michael Jackson, yang notabene non muslim pada waktu itu saya memaknai lagu ini secara objektif. Mengapa saya berani mengatakan ada sisi habluminannas dan habluminallah dalam lagu ini?

HABLUMINALLAH
Kita semua tahu bahwasanya manusia pada dasarnya memiliki dua hubungan yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhannya (habluminallah) dan manusia dengan manusia yang lain (habluminannas). Dalam lagu ini terdapat beberapa lirik yang mengatakan “Just Call my name, and I’ll be there”. Jika diartikan maka “Panggillah aku, maka aku akan berada disana”. Secara hubungan vertical terhadap Allah SWT kita di anjurkan untuk bertasbih (menyebut) seraya beristighfar (memohon ampun) kepada-Nya (An-nasr : 3).

Secara tidak langsung, lirik lagu tersebut mengingatkan kita bahwa kita adalah pemilik dan memiliki Sang Khalik. Maka ingatlah Dia ketika kita dalam kondisi apapun, apakah kita dalam keadaan senang maupun sedih, suka maupun duka, kaya maupun miskin, ketika hidup bahkan hingga ajal menjemput. Disinilah sesungguhnya arti habluminallah yang saya maksud, dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih maka dengan izin Allah maka akan dimudahkan jalan kita.

Penulis ingin berbagi cerita sedikit mengenai kekuatan tasbih. Ketika itu adalah hari dimana diadakannya ulangan harian mata pelajaran dan penulis benar-benar lupa bahwa hari itu ujian dan khilafnya lagi penulis tidak belajar sama sekali. Dengan rasa was-was yang luar biasa akan sulitnya pelajaran fisika, selama perjalanan penulis hanya bisa bertasbih dan beristighfar pada Allah semoga dimudahkan ulangan hari ini. Singkat cerita ternyata ulangan hari itu dibatalkan karena guru-guru ada rapat mendadak.

Pernah juga ketika hari itu adalah tanggal 10, dimana setiap tanggal 10 adalah hari razia rambut bagi siswa SMK N 1 Batam, penulis ketika itu lupa untuk memotong rambut sehingga penulis sangat khawatir akan di colak (potong rambut dengan gaya free-style). Sekali lagi penulis hanya bisa pasrah dan memohon kemudahan dari Allah, walhasil penulis lolos dari incaran gunting yang siap memangsa setiap rambut yang tidak sesuai standar.

HABLUMINANNAS
Nah, mengenai habluminannas, penulis memaknai berdasarkan lirik lagu yang penulis cantumkan diawal tulisan. Disitu berarti “Jika kau pernah mencari seseorang yang baru, aku tahu dia sebaiknya baik bagimu…”, yang berarti kita sebaiknya mencari teman dan berteman dengan orang-orang yang bermanfaat bagi kita. Lebih dalam penulis memaknai ini dalam konteks persahabatan.

Penulis sempat membaca sebuah tulisan dari seseorang yang mengharapkan orang disekitarnya menerima dia apa adanya bukan karna ‘ada apanya’. Disinilah makna lirik itu, kita rela teman kita untuk mencari teman yang baru namun yang kita inginkan adalah teman yang baik untuknya. Bukan teman yang justru memberatkannya yang hanya ada ketika senang dan meninggalkan ketika susah. Lanjutan dari lirik itu adalah, “… Karena apabila dia tidak bisa lebih baik, maka aku yang akan berada disana”.

Itulah yang penulis maksud dengan makna Habluminallah dan Habluminannas dalam lirik lagu tersebut. Tidak ada niat penulis untuk menodai pemikiran pembaca terhadap suatu keyakinan maupun aqidah. Penulis hanya ingin mengajak pembaca melihat segala sesuatu dari sisi objektif dan di sinkronkan terhadap nilai-nilai agama yang ada pada diri kita. Tentu saja kita harus pandai memilah mana yang sesuai dan mana yang tidak sesuai.

Memang benar, kebenaran hanya milik Allah dan manusia adalah tempat khilaf dan lupa.

“… 'Cos if he doesn't, I'll be there”

HMTI dan MUGI Gelar Seminar Teknologi Update


Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika (HMTI) Politeknik Negeri Batam menggelar Seminar Teknologi Update pada sabtu (18/06) kemarin. Acara yang dilaksanakan di kampus Politeknik Negeri Batam ini bekerja sama dengan MUGI-BATAM (Microsoft User Group Indonesia). Seminar yang berjudul “Update Your Knowledge with Unpredictable Technologies” ini dihadiri oleh sebagian besar mahasiswa dan siswa.

“Alhamdulillah acara ini disambut baik oleh para peserta dan kami memohon maaf kepada rekan-rekan lain yang berminat menghadiri acara ini namun sudah kehabisan tiket karena ini semua diluar dari dugaan kami. Peserta membludak,” Ucap Riki, ketua HMTI Politeknik Negeri Batam.

Publikasi yang hanya dilakukan dalam seminggu ternyata langsung mendapat respon yang baik dari para calon peserta. Hanya selang 2 hari dari acara tersebut tiket yang ada sudah habis dipesan oleh peserta.

“Bahkan ada salah satu sekolah yang memesan hingga 25 tiket. Hal ini karena kami mengizinkan para peserta untuk memesan tiket terlebih dahulu karena kuota hanya untuk 150 peserta,” sambungnya.

Seminar tersebut menjelaskan mengenai software baru keluaran Microsoft. Pemateri dari acara tersebut adalah para IT Professional dari MUGI sendiri. Materi yang dibawakan pun terbilang aktual dan up-to-date yaitu Web Matrix, Sharepoint 2010, IE 9/10 dan Tips and Trick Microsoft Word 2010. Junindar selaku ketua MUGI-BATAM mengaku senang dan puas dengan acara ini.

“Peserta ramai. Kita juga membagikan goodies dari Microsoft dan doorprize berupa 2 DVD Microsoft Office Original,” ujarnya.

Acara ini sendiri merupakan serangkaian acara MUGI-BATAM yang bekerja sama dengan perguruan tinggi yang ada di Batam. Arif Ravindra selaku ketua panitia seminar ini mengharapkan akan adanya kerja sama lanjutan untuk acara-acara yang berkaitan dengan teknologi informasi kedepannya. Mahasiwa semester 2 jurusan Teknik Informatika Politeknik Negeri Batam ini sendiri juga menginginkan adanya hubungan timbal balik antara HMTI dan MUGI-BATAM.

“Mudah-mudahan kerja sama ini tidak berhenti sampai disini dan Politeknik nantinya menjadi partner MUGI-Batam dengan dibentuknya MUGI kampus,” harapnya.

Seminar yang berlangsung dari pukul 9:00 WIB hingga 15:00 WIB ini juga disponsori oleh Indosat IM2. Selain itu, HMTI dan MUGI-BATAM juga menggaet Haluan Kepri sebagai media partner. (ro)

DIPLOMA VS SARJANA



“Siapa bilang Diploma itu beda?
Diploma sama dengan Sarjana …”

Sebuah mars yang tidak sengaja terdengar dan membuat saya penasaran ketika sedang menunggu kampiun KRI dan KRCI di Bandara Hang Nadim pada selasa siang (14/06/’11). Penyambutan tim robot Politeknik Negeri Batam yang menjadi juara umum kontes robot Nasional ini dihiasi dengan iringan mars yang saya sebut ‘Mars Diploma’. Mars yang dinyanyikan mahasiswa Politeknik Negeri Batam tersebut ternyata berisi mengenai perbedaan antara program Diploma dan Sarjana.
Seketika itu juga saya mulai teringat ketika saya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Tamat pendidikan sekolah menengah pada tahun 2009 saya langsung mempersiapkan diri untuk mendaftar menjadi mahasiswa pada salah satu perguruan tinggi. Namun, terjadi konflik internal dipikiran saya mengenai kampus mana yang akan saya pilih dengan jaminan pendidikan yang mampu meningkatkan skill dan wawasan saya. Ketika itu pikiran saya hanya Politeknik Negeri Batam karena saya selalu melihat kampus tersebut setiap pergi dan pulang sekolah.
Namun kebingungan saya tidak berhenti soal kampus tapi saya juga bingung untuk memilih program pendidikan, Diploma atau Sarjana. Akhirnya saya memilih jenjang Sarjana tepatnya S1 dikampus Politeknik Batam (Sebelum menjadi ‘Negeri’) jurusan informatika. Ketika saya dinyatakan lulus, saya bukannya bahagia justru saya semakin bingung. Akhirnya saya mencari referensi mengenai Sarjana dan Diploma serta bagaimana pendidikannya di internal Politeknik Batam sendiri. Beberapa teman saya menyarankan untuk pindah ke D3 karena lebih pada skill dan cocok untuk Kota Batam hal ini didukung pula dari catatan beberapa orang di blog pribadinya mengenai pendidikan Sarjana dan Diploma dikampus Politeknik Batam.
Akhirnya saya putuskan untuk mendaftar ulang sebagai mahasiswa Diploma. Tentu saja dengan alasan kebutuhan lokal Kota Batam terhadap lulusan D3 Politeknik ditambah dengan beberapa referensi yang saya dapat mengenai program S1 yang dijalankan salah satu perguruan tinggi yang juga satu kampus dengan Politeknik.
Kini, selama hampir 2 tahun saya menuntut ilmu di Politeknik Negeri Batam sebagai mahasiswa Diploma saya mendapatkan banyak ilmu dan wawasan. Di kampus ini pula saya bertemu dengan orang-orang luar biasa yang secara tidak langsung menjadi motivator saya. Salah satunya adalah abang dari teman saya yang kini bergaji kurang lebih Rp 8.000.000,- dengan hanya bergelar ‘Ahli Madya’ (Amd). Bagaimana jika dia sudah bergelar Sarjana?
Dan siang ini, saya sudah melihat orang-orang Diploma yang luar biasa yaitu Tim Robot Politeknik Negeri Batam yang akan mewakili Indonesia ke Thailand dan Meksiko. Membawa modal Diploma mereka mampu menunjukkan bahwa Diploma tidak kalah dengan Sarjana.
Jadi sebenarnya tidak ada bedanya antar Diploma dan Sarjana. Hanya konsep pendidikan dan gelar saja yang berbeda. Selebihnya tidak ada perbedaan mencolok antar Diploma dan Sarjana tergantung dari kepentingan kita dalam menuntut ilmu dan visi kita setelah menempuh pendidikan.
“… Yang bilang Diploma itu beda,
Hanya orang yang tidak kuliah!!!”

DEMONSTRASI MERUSAK CITRA MAHASISWA?



“Dimana janji para pemimpin…? Kenapa rakyat ditindas…? Anda tidak pantas untuk memimpin…!!! Ini adalah bentuk ke-TIDAK ADILAN sosial”
Memegang toak jinjing, ber-zirah almamater, berikatkan kain dikepala dan meneriakkan satu kata yaitu ‘Keadilan’. Sebuah keadilan untuk rakyat, keadilan untuk bangsa dan negara. Berteriak didepan gedung intansi pemerintah membawa nama mahasiswa. Itulah bentuk kasar dari demonstrasi mahasiswa. Demonstrasi yang hanya akan membawa kerusuhan dimata masyarakat. Tindak anarkisme yang begitu lekat dalam setiap aksi demonstrasi mahasiswa menjadi momok menakutkan bagi masyarakat.
 Berbagai teriakan keadilan dilontarkan dalam bentuk orasi yang begitu menggelora. Namun tetap saja, rasanya aksi demontrasi tetaplah demonstrasi yang hanya akan berakhir dengan kericuhan. Pemberitaan besar-besaran mengenai aksi anarkis yang dominan digerakkan oleh mahasiswa, sudah terlalu menakutkan bagi masyarakat.
Peta internal masyarakat mengenai aksi demonstrasi mahasiswa inilah sekiranya yang mencerminkan citra mahasiswa terkesan buruk. Seolah-olah mahasiswa hanya pandai berteriak dan membuat macet jalan. Terkadang ada selenting bahwa mahasiswa disuap oleh instansi tertentu dengan kata lain bahwa mahasiswa diboncengi oleh kepentingan. Tentu saja ini sangat menjatuhkan citra mahasiswa walaupun terkadang aksi anarkis memang terjadi dalam aksi demonstrasi.
Namun yang perlu dicermati adalah kenapa harus ada demonstrasi dan apa sebenarnya tujuan demonstrasi mahasiswa. Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan mendasar bagi orang awam yang tidak mengetahui arti penting dan niat baik dari suatu aksi demonstrasi.
Secara psikologi dan tanggung jawab, demontrasi mahasiswa didasari oleh rasa peduli dan pengabdian mahasiswa terhadap masyarakat yang tercantum dalam tridarma perguruan tinggi. Namun secara teknis, demonstrasi bukanlah jalan satu-satunya ataupun langkah awal dalam pemecahan masalah sosial. Namun, demontrasi adalah langkah terakhir setelah beberapa proses seperti diskusi, hearing, meeting dan lain sebagainya. Jika beberapa langkah tersebut tidak digubris dan tidak merubah kebijakan kearah yang lebih baik, maka langkah terakhir akan dilakukan yaitu demonstrasi. Sedangkan demonstrasi sendiri bertujuan untuk memonitor atau memantau kebijakan yang diambil pemerintah yang menyangkut kepentingan masayarakat dan Negara.
Hal ini dikarenakan mahasiswa harus berperan sebagai agent of control setiap kebijakan yang sesuai atau tidak sesuai bagi masyarakat. Bisa dikatakan bahwa ketika ada kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat maka mahasiswa berperan sebagai oposisi pemerintah, namun jika kebijakan yang diterapkan memihak pada rakyat maka mahasiswa berperan sebagai pihak yang pro pemerintah. Itu adalah bentuk profesionalitas mahasiswa sehingga mahasiswa tidak bergerak dibalik kepentingan kelompok tertentu. Dengan kata lain, mahasiswa berdemontrasi adalah untuk kepentingan rakyat bukan atas kepentingan individu atau golongan.
Dengan begitu, maka jelaslah sudah bahwasanya tidak ada niat buruk dibalik aksi demonstrasi mahasiswa. Hanya ingin menunjukan kepedulian terhadap masyarakat dengan caranya sendiri sebagai mahasiswa. Toh, dahulu aksi demontrasi juga yang membawa Indonesia ke masa reformasi seperti sekarang dengan mengorbankan ratusan jiwa mahasiswa. Baik buruknya citra mahasiswa, maka masyarakatlah yang berhak menilai dan mahasiswa tetap dijalur independensi sebagai pembela rakyat. (ro)

Menjadi Pemuda yang Mampu Menjaga Marwah Bangsa

Pemuda Pilar Bangsa
"Berikan saya sepuluh pemuda, akan saya guncangkan dunia!!!"
Itulah salah satu ucapan presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno yang menjadi cambuk mental bagi para pemuda. Ucapan itu menandakan bahwasanya ditangan pemudalah masa depan bangsa dan dunia ditentukan. Karena pemuda adalah manusia-manusia yang produktif yang memiliki pemikiran kreatif dan pantang mengatakan tidak.


Jiwa militansi pemuda dalam bertindak pun tercermin dari setiap langkah dan jejak perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sedikit banyak, pemuda memiliki peran penting dalam torehan tinta sejarah pencapaian proklamasi negeri ini. Bahkan kala itu terciptanya kelompok-kelompok pemuda yang menamakan dirinya jong java, jong sumatera, jong ambon dan lain sebagainya. Demi memperkuat persatuan antara pemuda maka tercetuslah sumpah pemuda yang mendeklarasikan bahwa bagaimanapun keragamannya, Indonesia tetap satu. Indonesia tidak akan terpecah oleh perbedaan.


Tidak hanya berhenti pada peristiwa kemerdekaan, namun jiwa pejuang nan pantang menyerah yang dimiliki pemuda tetap hidup dengan pembuktian pada tahun 1998. Sebagaimana sejarah mencatat, runtuhnya orde baru dibawah kuasa Presiden RI kedua yaitu Soeharto tidak lepas dari andil pemuda dan mahasiswa. Hal ini dipicu oleh idealisme pemuda yang selaku Agents Of Change yang menuntut perubahan kearah yang lebih baik. Tentu saja perubahan yang dimaksud adalah dalam konteks kesejahteraan masyarakat.


Dari rentetan sejarah diatas sudah jelas bahwa pemuda adalah salah satu pilar penting kebangkitan Negara Indonesia. Dengan kata lain, sudah seharusnyalah pemuda tetap memberikan andil positif bagi perkembangan bangsa ini. Kini peran pemuda tidak lagi terfokus pada Agents Of Change, namun lebih kepada Agents Of Control. Agen yang selalu menjadi pemantau pergerakan kebijakan dan perkembangan bangsa.


Pemantauan yang dimaksud adalah bagaimana para pemuda masih mampu menjaga marwah Negara ini. Karena era globalisasi yang begitu pesat cukup mempengaruhi identitas bangsa dari segi sosial dan budaya. Berbagai macam bentuk pengaruh sosial dan budaya yang masuk membuat Negara ini semakin terkontaminasi dengan pengaruh kehidupan dari Negara luar. Tentunya kita tahu, bahwa negara-negara asia tenggara sudah kental dengan budaya timur yang penuh ramah tamah dan sopan santun termasuk Indonesia.

Membaur Bukan Untuk Melebur
Pesatnya perkembangan teknologi informasi memudahkan perkembangan globalisasi sosial dan budaya. tidak jarang kita menjumpai masyarakat yang bertetangga namun tidak saling mengenal antara tetangganya bahkan yang berada tepat diesebelah rumahnya. Contoh lebih nyata dan sering terlihat saat ini adalah bagaimana ‘hubungan’ antara pria dan wanita yang tidak memiliki hubungan secara sah. Pergaulan yang ada terkesan ‘tanpa batas’ menjurus bebas yang tidak jarang berkhir pada pernikahan diusia muda karena kecelakaan syahwat.


Begitu juga dari segi budaya, khususnya budaya berpakaian masyarakat Indonesia yang sopan dan tertutup kini berubah lebih terbuka. Istilah ‘pakaian setengah jadi’ pun kini sudah marak terlihat di kalangan publik. Saat ini sudah sulit menemukan perempuan yang mau berpakaian longgar, alih-alih yang ada adalah wanita-wanita yang mengenakan pakaian yang menampakkan lekuk tubuhnya.


Tentu saja ini berpengaruh pada harga diri atau marwah bangsa ini. Bangsa yang begitu terhormat dengan kesopanannya baik dalam berkehidupan sosial maupun budaya mulai menjadi perbincangan dalam konteks negatif. Beberapa daerah bahkan menjadi tempat wisata prostitusi bagi pelancong dari negeri tetangga. Identitas Negara yang begitu dibanggakan kini mulai diragukan. Jelaslah sudah bagaimana bobroknya mental bangsa ini dalam menyikapi pengaruh luar yang ada.


Namun jika kita kaji lebih dalam lagi, sebenarnya tidak ada yang salah dari globalisasi sosial dan budaya. kesalahan yang ada adalah bagaimana Negara ini menyikapi pengaruh yang masuk. Amerika dengan budaya liberalnya menjadi Negara adikuasa, India dengan tarian seksinya mampu melahirkan ilmuan-ilmuan luar biasa, China dengan komunisnya mampu menguasai pasar perdagangan dunia.


Sayangnya yang didapat dari Negara ini adalah Junk Culture dari efek globalisasi. Nilai-nilai buruk yang dianggap menguntungkan bagi sebagian pihak atau golongan menjadi bisnis menggairahkan. Namun nilai-nilai positif yang ada justru diabaikan dan tidak diperdulikan. Inilah yang menjadi perkerjaan rumah yang besar bagi pemuda sebagai Agents of Control untuk memantau Negara ini. Jangan sampai marwah Indonesia yang pernah menjadi macan asia justru hanya menjadi tikus korupsi dimata Negara tetangga.


Sosialisasi dan pembentukan karakter harus ditanam sejak dini agar terhindar dari pengaruh negative globalisasi. Terus melakukan kajian terhadap isu-isu terkait jati diri agar identitas bangsa ini tetap terjaga. Pergerakan untuk menentang hal-hal yang dirasa merugikan bisa digunakan sebagai jalan terakhir untuk menentang virus globalisasi.


Tapi perlu dipahami lagi, dari setiap kejadian tentu ada niat baik dari semua itu. Apa yang terjadi pada bangsa ini tentunya menjadi cambuk motivasi untuk pemuda agar lebih peka terhadap isu-isu internal terkait jati diri bangsa. Jangan sampai Indonesia kecolongan karena kelalaian pemuda menjaga gerbang marwah bangsa ini. Selain itu, globalisasi mengajarkan kita untuk lebih hati-hati dalam menyikapi setiap budaya yang masuk. Seharusnya sikap bangsa ini adalah membaur bukan melebur, menjadi kopi yang dituangkan kedalam air panas yang mampu mengharumkan sekitarnya.(ro)